Selasa, 20 Mei 2014

Cerpen

Broken Home ≠ Broken Dreams



"Masih ku ingat saat-saat itu. Saat-saat yang terasa sangat indah. Lebih indah dari kisah-kisah negeri dongeng. Setiap hari hanya kasih sayang, kebahagiaan, dan canda tawa yang aku rasakan. Apapun permintaan dan keinginanku selalu terpenuhi. Aku bagaikan putri Ratu di kerajaan. Selalu dimanja, disayang, dibahagiakan, dan tak pernah dikecewakan. Namun, akankah saat itu bisa terulang kembali? Entahlah.."
Chaca.


Aku menutup buku diary kesayanganku. Setiap hari sebelum tidur, aku selalu mencurahkan isi hatiku dengan tulisan singkatku. Hanya diary, satu-satunya tempat untukku mengadu dan tempatku berbagi kebahagiaan serta sukaduka.

Masalah memang terkadang membuatku down, tapi aku percaya. Masalah pula yang akan membuatku lebih kuat dan dewasa dalam menjalani hidup. Aku percaya semua akan indah pada waktunya. Aku percaya.. Tuhan sudah mengatur semuanya. Tugasku hanyalah menikmati semua karunia-Nya. Tuhan tengah mempersiapkan kebahagiaanku saat masalah-masalah berat menyelimuti hidupku.
Hidup tanpa kasih sayang dari orang tua yang utuh telah aku jalani sejak aku berusia empat tahun. Pertengkaran demi pertengkaran mama dan papa menjadi "BIASA" kudengar sejak aku kecil. Hingga akhirnya kedua orang tuaku berpisah. Aku masih terlalu kecil untuk mengerti dan memahami apa itu perpisahan. Yang aku tahu, aku senang tinggal bersama mama. Dari kecil, hanya mama yang ngasuh aku. Hanya mama yang selalu ada di sampingku, susah maupun senang. Kemanapun mama pergi, mama selalu membawaku dan tak pernah meninggalkanku, sedetikpun. Nggak ada seorangpun yang bisa ngertiin aku, cuma mama yang selalu membuatku nyaman dan tertawa lepas. Sementara papa aku tak pernah tahu apapun lagi.
Mama dan papa memang sangat berbeda. Mulai dari gaya hidup, sifat, sikap, dan cara bergaul. Kalau aku ikut mama, aku selalu dimanja, minta apapun selalu dituruti selama ia sanggup. Bahkan tanpa aku mintapun, mama sudah tahu semua kebutuhanku. Aku sangat beruntung mempunyai ibu seperti mamaku. Ia bagai bidadari yang dihadirkan Tuhan untukku. Mama adalah sosok ibu yang sempurna, yang sangat care dan sangat menyayangi anaknya. Mama selalu membelaku jika aku benar.

Berbeda dengan papa..

Entah.. sudah berapa tetes air mata yang membasahi pipiku karenanya. Aku hanya bisa diam, sabar, dan tersenyum. Mulai kelas 1 SMP aku tinggal dengan papa. Selama ±2 tahun ini, hari-hariku terasa gelap. Tak ada lagi canda tawa dalam hari-hariku. Tak ada lagi kasih sayang seorang ayah seperti kecilku dulu. Apa yang aku lakukan selalu salah. Selalu adik tiriku yang diperhatikan, disayang, dimanja, dan disanjung. Semenjak kehadirannya, semua orang seolah tak menganggapku ada. Itu sebabnya aku sangat benci sama anak kecil.
“Tuhan.. aku ingin papa seperti dulu. Aku rindu sikap dan kasih sayang papa saat masa kecilku. Aku rindu saat dimana mama dan papa bersatu. Aku rindu masa-masa itu Tuhan.” 
Waktu membawaku pada sebuah kebencian. Kebencian kepada satu sosok yang mengubah perangai papa dari sosok hebat, menjadi sosok yang menyebalgan bagiku. Dia adalah perusak! Dia yang membuat papa berubah 180º. Dia adalah istri baru papa, ibu tiriku! Aku benci dia! Dia nampak baik, dia nggak pernah ikut campur urusanku. Dia diam. Tapi aku yakin. Di luar sana, dihadapan papa dia pasti menjelek-jelekan aku. Dan sekarang, usahanya berhasil! Sekarang papa gak sayang lagi sama aku, papa pelit, papa nggak pernah perhatiin aku lagi, apa yang aku minta selalu dilarang, ditolak, dan ditunda.
“Minta mamamu! Papa gak punya uang!” ujarnya.
Selalu itu jawabannya disaat aku meminta sesuatu. Sampai aku bosan minta ke papa. Aku kasian kalau aku terus-terusan minta ke mama. Tapi apa boleh buat.Aku tak punya cukup keberanian, aku tak cukup punya nyali untuk meminta apapun pada papa. Aku takut. Entah kenapa aku gak sanggup mengucapkan kalimat-kalimat permintaan, walaupun aku sangat membutuhkannya.Padahal, kalau sama mama aku langsung aja ceplas-ceplos.

Di sini aku dibentak, dimarahin. Tapi aku tetap diam.. diam.. dan diam. Seribu kata yang papa lontarkan, tak berani kujawab dengan sepatah katapun. Aku hanya bisa diam.

“Kenapa papa tega? Disisi lain, aku mengerti papa keras mendidikku agar kelak aku berhasil. Tapi kenapa berlebihan banget sih pah? Aku salah apa?  kurang nurut gimana lagi aku selama ini ? Aku tak pernah ngebantah kata-kata papa, sekalipun. Aku diam pah. Aku gak tau harus cerita ke siapa.” ucapku dalam hati.

Selama ini tiap jengkal bebanku hanya kupendam sendiri. Terkadang aku bercerita kepada sahabat dekatku. Merekalah yang sedikit membuatku lega dan selalu memberiku semangat.

“Ya Allah cha. Papamu tega banget sih? Huh sumpah kalo aku jadi kamu papamu udah ku racun!” ucap temanku kesal.
“Udah nggakpapa kok. Walau bagaimanapun papaku juga tetap orang tuaku. Ya meskipun udah keterlaluan, tapi aku kuat kok.” sahutku
“Iyasih kamu memang benar. Maaf aku tadi kebawa emosi. Yaudah yang sabar aja ya.” ujar temanku.

Everyday, cuma omelan papa yang aku denger. Tak pernah ada pujian dan sanjungan yang terucap dari bibirnya. Cuma Arif, adik tiriku yang selalu dibangga-banggakan. Untungnya, Tuhan masih memberiku sosok ibu yang sangat menyanyangiku. Sosok ibu yang seperti bidadari jatuh dari surga.

God, you know? I’m so tired. When the end off all this problem? Why always me? Serasa aku ingin pergi dari dunia ini. Tuhan.. aku iri dengan mereka. Aku juga ingin hidup bahagia seperti mereka. Aku ingin merasakan suasana indah dalam rumah seperti dulu.. Aku ingin punya keluarga yang utuh.. Aku gak mau lagi dibuat pusing oleh masalah-masalah ini. Aku ingin bebas dari masalah ini Tuhaan. I know everyone have a problem. Tapi, ah sudahlah. Aku dewasa, aku tegar, aku sabar, aku kuat, masalah-masalah ini cuma masalah kecil dan gak akan membuatku semakin terpuruk.. Aku hanya butuh waktu. Dan untuk Ayah.. Sakit hati ini akan kusimpan dan akan kubuktikan, kelak aku bisa walau tanpa kepedulian dan kasih sayangmu:')Tetap pegang tanganku Tuhan. Jangan buat aku merasa sendiri dengan keadaan ini:')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar